Si Penunggu Air Manggarai
Yudi Sulaiman ( 206. 612. 031 )
Si Penunggu Air Manggarai
Parjono, 50 tahun, ialah salah satu sosok Pegawai Negeri Sipil disingkat PNS yang telah bekerja kurang lebih 30 tahun di Departemen Pekerjaan Umum DKI khususnya pemantau pintu air. Sekarang ia sibuk memantau pintu air manggarai di jalan tambak 59 Jakarta Pusat.
Ketika ditemui, Parjono sedang berdiri di samping sungai yang airnya bewarna coklat keruh disertai sampah yang tergenang pada palang air satunya. Sosoknya yang besar, mengenakan baju dinas dengan dilapisi jaket hitam, dengan kantung mata yang hitam,pria berkulit sawo matang ini memiliki air muka yang terdapat guratan-guratan termakan zaman. Ia bekerja di sini kurang lebih 2 tahun.
DPU Pintu Air Manggarai dibuat pada tahun 1914-1919. saluran air selesai pada tahun 1922. di
Prasarana yang perlu pengendalian, yaitu:
1. pintu air manggarai
2. pintu air istiqlal
3. pintu air jembatan merah
4. pintu air Tarki
5. pintu air pasar ikan
Di seberang sungai yang keruh dan banyak sampah terlihat banyak sekali bendera partai politik berwarna kuning menghiasi pagar sungai.
“Setiap jam melapor ke Dinas PU dan Depatemen PU” tutur Parjono.
Matanya mengawasi para pengangkut kayu yang sengaja datang dengan mobil Daihatsu hitam bak terbuka, untuk memindahkan kayu-kayu yang sudah diangkat dari genangan air. “Orang kayunya aja datang dari bogor masa mau dijual lagi kesono”gurau seorang pengangkat kayu yang mengenakan kaos hitam kumal.
Jika dilihat ke pintu sungai, berupa palang besi, terdapat dua buah pintu yang masing-masing terdapat bandul diatasnya. Bukaan hanya 1 pintu yaitu pintu 2, pintu yang satunya rapat sehingga sampah berhenti pada pintu 1. Aliran air mengalir dari banjir kanal menuju ke laut.
“Air datang dari Bogor 11 jam, ada waktu sekitar 6 jam dari pos Depok untuk membuka tutup pintu air.”jelasnya.
“Batas normal atau standar untuk debit air 750 cm untuk pintu Manggarai. Kalau sudah diatas 750 cm udah masuk siaga 3, harus waspada kalau ketinggian air di atas 850 cm masuk siaga 2, seperti kejadian pada februari 2007 air menguap, pada saat itu bisa dikatakan tenggelam.”tutur Parjono memberi penjelasan. Siklus banjir turunan terjadi 1 tahun 1 kali.
Sampah-sampah yang mengapung diangkut berdasrkan volumenya. Biasanya pengangkutan dilakukakn pada malam hari untuk di buang ke lokasi pembuangan sampah di Bekasi pada jam 3 pagi.
“Di sini kia mengguanakan beko atau nama lazimnya eskavator untuk mengangkat sampah karena lebih maksimal, selain menggunakan krenel (alat untuk mengangkat sampah berupa garpu penjepit berbentuk lingkaran yang mempunyai landasan di samping kanan-kiri sungai) alat ini ada dari tahun 97 tapi kurang efektif karena sampah-sampah yang ada tidak semuanya halus, banyak kau-kayu dan dikelola oleh pihak pengelola sampah swasta.”jelasnya.
“Alat penyaring sampah tidak efektif, sering terjadi banjir karena kondisi Jakarta di bawah permukaan air laut.”tambahnya.
Daerah yang rawan banjir antara lain, Bukit Duri, Kalibata, daerah genangan, daerah Bogor, Kali Krukut, Bendung katulapas.
Kali ciliwung ini memiliki kedalaman 3,5 meter, lokasi 3,5 meter dari permukaan laut. Volume air normal untuk Depok 200cm, katulampa 80cm, manggarai 750cm. Daerah yang memiliki potensi tenggelam antara lain, Rajawali, Kalibata, Pegandengan, Kebon Baru, Kampung melayu, Bukit duri dan Kramat Jati.
Lalu Parjono mempersilahkan kami menuju kantor tempat ia bekerja untuk melihat kondisi di dalamnya. Beliau memperkenalkan dua orang anak buahnya yang tergolong baru dalam masa bekerjanya.
Kerk..kerk..kawat 12..ganti..kerrk..suara HT yang setia menemani petugas di dalam kantor dalam memantau air di setiap lokasi. Terlihat beberapa kertas yang tertempel di dinding, diatas meja yang berisi dua buah HT. kertas tersebut berisikan kalimat-kalimat sandi yang harus di hafal oleh para petugas.
“kita disini ada lima orang, tiap hari kita bagi dua shift”tutur Parjono.
Di kantornya sendiri terdiri atas dua lantai,”lantai pertama untuk memantau kondisi pintu air di luar, lantai dua untuk melihat batas air pintu manggarai” jelasnya.”liat tuh dua orang itu,” sembari menunjuk dua orang bawahannya yang sedang duduk disamping kantor,”mereka juga baru kerja disini, lulusan S1, sekarang buat jadi PNS aja susah, makanya mereka pada lari kesini, biar nantinya gampang.” Tambahnya dengan nada penuh senyum. Senyum petugas yang setiap harinya harus rela begadang menunggu pintu air Manggarai untuk kemudian melaporkannya kembali ke beberapa pos di Jakarta dan sekitarnya.